Assalamualaikum

Senang bisa bisa ta'aruf dengan anda - anda sekalian. pertama-tama saya ingin mengucapkan mohon maaf seribu maaf karena saya adalah blogger yang baru belajar membuat blog. jadi apabila terdapat pelanggaran hak terbit atau plugarisme atau pun blog ini memaparkan informasi yang kurang berkenan dimata anda sekalian. sebelumnya terimakasih telah berkunjung kesini ^^. syukran ya akhi...... arigato gozaimasu

Minggu, 05 Februari 2012

6 x 6 = 66


          Sepulang kuliah yang super sekali aku beranjak pulang bersama tunggangan kesayanganku “jengki forever”. Dengan memakai topi lapangan warna hitam dan jaket Indiana Jones aku melesat berpacu dengan lajunya arus lalu lintas jalan Bulaksumur, Yogyakarta. Aku kayuh sepenuh tenaga untuk menyaingi laju penguasa jalan, di mulai dari sesama sepeda ontel aku balap dengan style badan di bungkukkan dan terus mengayuh dapur pacu jengkiku kemudian sasaranku wanita tua renta  memakai sepeda listrik di depan ku, terbalap juga … semakin kencang aku pun semakin menggebu-gebu, akhirnya naiklah rasa percaya diri karena aku telah menyalip beberapa kontestan jalan Bulaksumur, aku coba menyalip bus angkutan umum yang terlihat sangat tua bahkan knalpotnya bergetar seperti piston mobil dan mengeluarkan asap hitam.

Yakin dengan penampilan bus tersebut maka  aku bergumam dalam hatiku sendiri akan menyalip bus rongsokan dengan jengkiku ini sehingga jika aku tua nanti aku bisa bercerita kepada cucuku bagaimana hebatnya kakek sewaktu muda dengan menyalip bus dengan sepeda jengki, tak ayal aku langsung memacu sang jengki lebih cepat dan lebih cepat. Pada titik yang telah aku perkirakan untuk menyalip tidak tahunya bus rongsokan itu menepi ke pinggir jalan, sontak membuat aku gelagapan mengendalikan jengki menghindari bus karena aku tepat di belakang pantat bus tersebut. Daripada aku mati konyol menabrak bus, bagaimana reputasiku jika masuk koran dengan trending topik “ Pemuda penerus Simoncelli menabrak bus reyot” atau bagaimana nanti cucu-cucu ku minta ceritakan kehebatan kakeknya. Ini tak boleh terjadi, aku banting stang ke pinggir jalan, sebisa mungkin aku menghindari serangan bus rongsokan sialan itu hingga sampai akhirnya aku seperti stuntman yang take off dari trotoar. Aku dan jengki forever ku terbang melayang dan terhempas di atas trotoar. Ajaib…. Aku tidak jatuh :D justru laju sepeda jengki ku semakin cepat, tapi ini yang buat aku gugup untuk mengendalikannya karena terlalu liar. Dengan baca  doa selamat dan tolak bala akhirnya  aku berhasil melewati serangan mendadak dari bus rongsokan sialan itu. Aku berhasil melewatinya :D dan aku siap untuk bercerita kepada cucu-cucu ku kelak ^_^.

Tak ada yang bisa  menghentikan sang waktu, roda terus  berputar, mega merah telah di telan malam, azan magrib pun berkumandang ke sentaroe Yogyakarta. Tak ingin melewati indahnya shalat berjamaah maka aku pun menepi di sebuah masjid. Penat, capai dan galau ku lenyap usai shalat magrib berjamaah.  Terlihat gerombolan anak-anak masih bau kencur bersiap mengambil papan penyangga Al Quran dan mengambil posisi masing-masing bersiap untuk mengaji. Aku pun ikut duduk bersandar di pojok dinding. Terbayang akan aku kecil dahulu, pastilah aku yang paling cepat mengambil papan dan duduk di tengah-tengah koloni karena aku suka menusuk-nusuk sekitar ku dengan sebatang lidi dan mengaji paling akhir karena sibuk menusuk-nusuk.
 
Namun ada yang tak biasa usai mereka mengaji, rupanya  ada pelajaran tambahan “Matematika”. Aku sontak kagum dengan pola pikir pak ustadz tersebut, aku masih mengerenyitkan dahi. Ku coba saring pikiran ku supaya jernih dan akhirnya walau agak keruh pikiran ku mulai bisa memahami jalan pikiran pak ustadz. Anak-anak yang masih sebesar pentil timun ini tak hanya di jejali ilmu agama melainkan dioleskan juga ilmu dunia sehingga Power Balance (*bukan merk gelang ecek-ecek itu lho) di  antara keduanya dapat menjadi bekal yang bermanfaat.

Pak ustadz menanyakan siapa yang sudah hapal perkalian 6 yang dijanjikan kemarin. Sontak semua mengangkat  tangan. Wew … berbeda sekali dengan masa kecil ku dulu, setiap ada kompetisi aku selalu mundur, tidak percaya pada kemampuan ku sendiri, itu berakibat buruk sampai aku remaja sekarang (*ironi, ckck kisah seorang durjana). Lalu pak ustadz menunjuk murid yang mengangkat tangannya sampai-sampai dia ikut berdiri saking semangatnya. Anak itu pun maju lalu melantunkan perkalian 6 dengan lantang layaknya komandan pemimpin upacara.

Aku melayang sewaktu Atok ku (*Kakek, istilah orang melayu) masih ada, dahulu ketika atok sedang bersantai di kursi malas di teras rumah, beliau sering menangkap cucu-cucunya yang berlari-lari berseliweran seperti curut di teras dan menaikkan ke atas pangkuannya lalu berkata “ 6 x 6 ? “ kata atok ku mengancam mencubit jika terlambat menjawab atau jawabannya salah. “ 66 took !! ” aku berteriak karena takut mau dicubit. Tooeett ….. kena cubitlah aku…. “ salah , jawabannya 36 “ jawab atok sembari melepaskan aku dan kembali lagi berlari-lari seperti curut.  Begitulah setiap hari hingga aku hapal betul perkalian 6. Sosok atok ku adalah pensiunan guru, beliau berwatak keras namun sangat penyayang kepada semua cucu-cucunya. Satu-satunya yang sangat beliau jaga betul adalah sepeda jengki hijau tua miliknya. Setiap hari tepat jam setengah 6 pagi ia mengusung sepeda jengkinya keluar lalu mengelapnya sampai kita sendiri bisa bercermin di jengkinya itu. Saking sayangnya terhadap si jengki pernah aku  sehabis mandi dari sungai, dengan badan yang basah kuyup aku iseng mengibas-ngibaskan air ke sepeda jengkinya, melihat atok ku mendekat segera aku ambil kain lap, aku ludahi sepedanya lalu aku lap secepat mungkin biar mengkilap lagi, rupanya atok ku telah berada di belakang ku sewaktu aku meludahi sepedanya. Aku lari terbirit-birit di kejar atok ku membawa rotan.

Itulah kenangan, dan kita takkan pernah bisa  untuk kembali. Dari situlah kenapa aku suka memakai sepeda jengki.  Bahkan sewaktu kuliah pun aku sering kali memakai sepeda jengki, menyenangkan ketika menikmati perjalanan dari kos pogung lor ke fakultas pertanian. Aku  bergegas pulang dan meninggalkan masjid, dan aku menjadi rindu akan mengaji bersama dan perkalian 6 ….


The end

                                                                                                            “ Ofal Agro (*cah ora ceto) “